Selasa, 07 Juni 2011

Perbedaan perubahan tingkah laku dengan hasil belajar dan bukan hasil belajar.


Belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang secara relatif bersifat terus menerus sebagai akibat dari pengalaman (Davidoff, 1981: 130). Dalam batasan tersebut, makna belajar mengandung unsur:
(1)   Perubahan tingkah laku,
Perubahan tingkah laku suatu kegiatan disebut belajar, jika dengan kegiatan itu sang pelaku mengalami perubahan tingkah laku. Jika dia tidak mengalami perubahan tingkah laku, berarti dia belum (atau tidak) belajar. Misalnya Misalnya, seseorang yang bernama marzuki sedang kuliah, tetapi setiap harinya dia tidak pernah belajar. Setiap harinya ia hanya bermain, bahkan sering bolos kuliah. Teman-teman nya bahkan orangtua nya pun selalu menasehati marzuki bahwa itu tidak baik. Ketika ujian tiba, alhasil dia pun tidak bisa mengerjakan soal ujian, dan akhirnya dia tidak lulus dalam mata kuliah tersebut dan marzuki pun harus mengulang di tahun berikutnya. Semenjak kejadian itu, marzuki pun selalu belajar, dia sadar bahwa selama ini dia telah salah. Nah, marzuki baru saja mengalami proses belajar. Di dalam dirinya ada perubahan tingkah laku. Lain halnya dengan ucup. Dia mengalami peristiwa yang sama dengan yang dialami marzuki. Ucup juga sedang ujian akhir semester. Karena tidak pernah belajar, dia tidak lulus ujian dan harus mengulang di tahun berikutnya. Setelah tahun berikut itu datang, dasar Ucup, dia melakukan hal yang sama lagi, dia sering bolos kuliah dan tidak pernah belajar. Suatu hari dia Ujian akhir semester, dan … selamat tinggal Ucup, dia dikeluarkan dari universitas itu, karena telah melewati batas tahun yang seharusnya di tempuh. Nah, apa yang dialami si Ucup ini tidak bisa disebut belajar. Si Ucup tidak pernah belajar dari pengalaman gagal ujian yang dialaminya.
(2)   Relatif terus menerus
Relatif artinya tidak mesti, tidak selalu begitu. Relatif terus menerus berarti tidak benar-benar terus menerus. Ya kadang-kadang lupa, ingat lagi, lupa lagi, ingat lagi, berubah lagi, tidak berubah lagi. Namanya juga belajar, tidak langsung berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak sopan menjadi sopan, dari tidak sadar menjadi sadar. Semuanya butuh proses, ada proses yang pendek dan ada proses yang panjang. Makanya disebut relatif terus menerus gitu. Makanya kalau ada anak sedang belajar sopan santun jangan dimarahi ketika dia belum sopan, karena dia sedang mengalami perubahan yang secara relatif bersifat terus menerus.Tetapi yang lebih penting kita pahami bahwa makna terus menerus itu berarti jangka panjang. Perubahan itu bersifat panjang sekali. Jika hari ini berubah dibandingkan kemarin, terus besok kembali seperti kemarin, itu namanya bukan perubahan terus menerus. Itu bukan belajar. Itu namanya perubahan sesaat.
(3)  Pengalaman.
Apa yang membuat orang yang sedang belajar tersebut “berubah” adalah pengalaman. Seperti kasus Marzuki, yang membuat dia berubah adalah pengalaman kegagalan ujian. Tanpa dengan ujian yang gagal, mungkin Marzuki masih suka bolos kuliah dan tidak pernah belajar. Pengalaman di sini tidak mesti berupa kegagalan. Pengalaman bisa saja diperoleh dari membaca buku, mendengarkan berita di televisi, membaca berita di koran, melihat pengalaman orang lain, dan sebagainya. Sebagai contoh, karena membaca berita sekian banyak mahasiswa yang di drop out karena melebihi batas waktu yang ditentukan, Dian selalu belajar dan rajin datang ke kampus. Meskipun diejek sebagai kutu buku, Dian tetap saja belajar. Hal tersebut dikarenakan Dian mendapatkan pengalaman tidak langsung dari hasil membaca berita.
Tetapi perubahan tingkah laku tidak harus didapatkan dari pengalaman saja. Banyak ahli psikologi menyatakan bahwa perubahan-perubahan tingkah laku tidak mesti sebagai hasil dari pengalaman. Davidoff (1981), mengatakan bahwa “Changes in behavior cannot always be attributed to experience, of course”. Contohnya begini. Kelelahan, dorongan, emosi, dan kematangan bisa mengubah tingkah laku orang. Tetapi pengaruh pengalaman yang bernama kelelahan, dorongan, emosi, dan kematangan ini tidak bisa dikatakan belajar. Misalnya kelelahan, orang yang sedang lelah ‘berubah’ dari wajah ceria menjadi tidak ceria, konsentrasi bagus jadi konsentrasi kacau. Tetapi semua itu bukan hasil belajar, meskipun itu sebagai hasil pengalaman yang bernama LELAH. Mau bukti??? Suruh saja orang yang lelah itu tidur yang cukup, setelah bangun dia pasti segar kembali, ngomongnya lancar lagi, konsentrasinya bagus lagi, semangatnya bangkit lagi. Jadi pengalaman semata belum tentu merupakan faktor belajar. Contoh yang lain adalah pengalaman yang berupa dorongan. Dorongan juga tidak mempengaruhi belajar, karena perubahannya hanya sebentar. Ketika sedang lapar, dorongan untuk menyantap makanan besar sekali. Tetapi setelah makan dan perut kenyang, dorongan itu tidak ada lagi. Kita sudah tidak mau makan lagi. Ditawari yang enak-enak pun sudah tidak mau. Ini artinya tingkah laku ketika lapar itu (dorongan) tidak bisa diklasifikasikan sebagai belajar. Sifatnya hanya sesaat. Kematangan termasuk pengalaman. Kematangan bisa mengubah tingkah laku, dan perubahan tingkah laku akibat kematangan juga berlangsung lamaaaaaa sekali. Tetapi perubahan tingkah laku akibat kematangan bukan termasuk belajar. Contohnya, anak Anda berubah dari tidak bisa berjalan menjadi bisa berjalan. Anak tersebut tidak membutuhkan teknik-teknik berjalan. Secara instinktif, dia bisa berjalan ketika sudah tiba waktunya. Yang dibutuhkan anak untuk berjalan hanyalah kesempatan (opportunity), lingkungan, fasilitas (kemudahan). Hal ini sama dengan apa yang dibutuhkan anak-anak sapi, anak kerbau, anak-anak kambing ketika tiba masanya berjalan. Davidoff (1981) menyebut kematangan ini dengan istilah “fixed action patterns” atau pola-pola tingkah laku yang pasti. Fixed action patterns ini meliputi tanggapan-tanggapan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Species-specific (observed among all normal same-sexed members of a species). Maksudnya tiap-tiap spesies memiliki ciri-ciri khusus. Manusia mempunyai ciri-ciri khusus. Kambing mempunyai ciri-ciri khusus. Katak mempunyai ciri-ciri khusus. Ciri-ciri khusus manusia (soal kematangan) berbeda dengan yang dimiliki kambing dan katak. Itupun masih dibatasi dengan laki-laki dan perempuan. Sama-sama tergolong manusia, tetapi kalau beda jenis kelamin kematangannya juga berbeda.
2. Highly stereotyped.(similar whenever executed). Maksudnya bahwa kematangan itu benar-benar merupakan ciri baku dari suatu spesies. Jelasnya, yang namanya manusia kalau mengalami proses perubahan ya begitu, tidak seperti anak sapi atau anak kambing.
3. Completed, once initiated. Maksudnya bahwa kematangan itu lengkap, dimulai dari kematangan yang satu terus diikuti oleh kematangan-kematangan yang lainnya. Anak umur satu tahun mengawali kematangan dari kematangan berjalan dan berbicara. Tidak mungkin anak usia satu tahun matang urusan sex atau sosial yang luas.
4. Largely unlearned (al least independent of specific traning). Maksudnya secara umum tidak perlu dipelajari. Kematangan akan datang secara alamiah bersamaan perkembangan dan pertumbuhan suatu spesies.
5. Resistant to modification. Maksudnya anti perubahan. Meskipun kita usahakan berubah lebih cepat, kalau belum tiba masanya itu tidak akan berubah. Anak usia satu bulan kita paksa berjalan, ya tidak bisa.
6. Triggered frequently by a very specific environmental stimulus. Maksudnya bahwa kematangan itu dibentuk oleh setiap rangsangan dari lingkungan. Artinya begini, ketika anak sudah tiba masanya untuk berjalan, tiba-tiba ada situasi tertentu yang diciptakan oleh lingkungan, sehingga tiba-tiba anak itu berjalan. Nah, inilah yang dimaksudkan dengan dibentuk oleh rangsangan dari lingkungan. Sekali lagi, kematangan bukan termasuk belajar, meskipun perubahan sebagai akibat kematangan ini berlangsung lama sekali. Bahkan bisa sampai akhir hayat perubahan akibat kematangan itu masih ada. Anak yang sudah bisa berjalan akan tetap berjalan hingga akhir hayatnya.

9 komentar: